KANDUNGAN KALSIUM (Ca) DAN FOSPOR (P) KACANG KORO PEDANG (CANAVALIA ENSIFORMIS ) SEBAGAI ALTERNATIF PAKAN KONSENTRAT PADA RANSUM TERNAK DENGAN MENGGUNAKAN LAMA PERENDAMAN NaCl YANG BERBEDA
DOI:
https://doi.org/10.31850/jgt.v3i2.83Abstract
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman NaCl terhadap kandungan kalsium (Ca) dan Fospor (P)pada kacang koro pedang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan tiga kali dan tiga taraf perlakuan yaitu . TO= kontrol, TI= perendaman 1 hari, T2= perendaman 3 hari, T3= perendaman 5 hari. perendaman kacang koro dengan menggunakan lama perendaman NaCl yang berbeda sangat nyata pada taraf 1% (P<0.01). Pada perlakuantanpa perendaman menghasilkan rata-rata kandungan kalsium 0,90%. Adapun perlakuan padaperendaman 1 hari dengan rata-rata kandungan kalsium 0,59%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan jumlah kadar kalsium sebanyak 0,31%. Pada hasil perlakuan selanjutnya yaitu perlakuan perendaman 3 hari dengan rata-rata kandungan kalsium 0,61% . Hal ini menunjukkan penurunan kandungan kalsium sebanyak 0,29% dari perlakuan tanpaperlakuan. Adapun perlakuan perendaman 5 hari menghasilkan rata-rata 0,52%. Hal ini menunjukkan penurunan kandungan kalsium sebanyak 0,38% dari perlakuan T0. perendaman kacang koro dengan menggunakan lama perendaman NaCl yang berpengaruh sangat nyata. Pada T0 tanpa perlakuan menghasilkan rata-rata 1,10%. Perlakuan perendaman 1 hari rata-rata kandungan fospor 0,83%, ini menunjukkan adanya penurunan jumlah kadar fospor sebanyak 0,27%. Pada hasil perlakuan selanjutnya yaitu perlakuan perendaman 3 hari dengan rata-rata kandungan kalsium 0,78%,. Hal ini menunjukkan penurunan kandungan fospor sebanyak 0,32% dari tanpaperlakuan. Adapun perlakuan perendaman 5 hari, penurunan kandungan fospor sebanyak 0,33% dari perlakuantanpaperlakuandengan nilai rata-rata kandungan fospor 0,77%.References
Aisyah T. 1995. Biokonversi limbah umbi singkong menjadi sumber protein oleh jamur Rhizopus sp serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ayam pedaging. Universitas Padjajaran. Bandung.
Anglemier, A.E. and M. W. Montgomery, (1976), Amino Acids Peptides and Protein. Mercil Decker Inc. , New York.
Carmen DJ, Gernat AG, Myhrman R dan Carew LB. 1999. Evaluation of raw and heated velvet beans (Mucunapruriens) as feed ingredient for broilers. Poult Sci 78: 866- 872.
Clauer. 2009. Telur dan Problematikanya. www.daff.gov.za. ( Diakses pada tanggal 18 Septembar 2013 )
Enemalom OO, Udedibie ABI, Esonu BO, Etuk EB dan Emenike HI. 2004 Evaluation of unprocessed and cracked, soaked and cooked velvet beans (Mucuna pruriens) as feed ingredients for pigs. Livestock Res Rural Dev 16 (5): 33. www.lrrd.org/lrrd16/5/enem16033.htm ( Diakses pada tanggal 25 April 2013 jam 09.00)
Handajani S. 2001. IndigenousMucuna tempe as functional food. Asia Pasific J Clin Nutr 10 (3): 222-225.
Lubis. 1972. Ilmu makanan ternak. PT. Pembangunan. Jakarta.
Purwo A. 1974. Identifikasi dan penghilangan senyawa toksis pada Mucuna pruriens dc dan penelitian terhadap biji Mucuna pruriens dc sebagai sumber protein. Laporan Research Badan Research ITB. Bandung.
Siddhuraju P. 1996. Chemical composition and protein quality of the little known legume velvet bean (Mucuna pruriens). J Agric
Food Chem 44 (9): 2636-2641. Wahyu. 2009. Ilmu nutrisi Ternak Unggas. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press, yogyakarta.